HOW not WHERE!

Sebelum saya memosting tulisan ini alangkah baiknya saya mengucapkan Minal Aidin Wal Faizin mohon maaf lahir dan batin kepada para blogger dimanapun anda berada. Semoga Allah senantiasa memberikan maaf dan barakah-Nya kepada kita semua. Amin
Back to topic!
Sebagaimana kita tahu, momen lebaran adalah momen terbaik bagi kalangan muslim. Khususnya untuk saling berkumpul, bersilaturahmi, memaafkan dan menyambung tali persaudaraan dsb. Nah, karena momen tersebut seringkali banyak diantara kita yang saling bertegur sapa, menanyakan kabar atau mungkin sekadar menanyakan ‘Kapan nikah?’ ‘Sudah punya pacar belum?’ ‘Kuliah/sekolah dimana?’. Tanpa terkecuali saya pribadi.
Tepatnya kala itu ada perbincangan singkat antara saya dan Mr.X *Ini bukan soal jodoh tepatnya. He-he-he*
Sambil berbasa-basi Mr.X menanyakan tempat saya kuliah. Kemudian saya sebutkan namanya. Setengah kaget, setengah mencibir. Ekspresi itu yang saya tangkap dari raut muka Mr.X. Kemudian ia melanjutkan obrolannya; menanyakan jurusan. Saya jawab saja enteng PAI (Pendidikan Agama Islam). Gleg! Dia sempat diam lalu menanyakan alasannya kenapa tidak mengambil di universitas X jurusan XX dan yang menurut dia keren. Saya cukup memberikan alasan singkat dan mengambil kesimpulan bahwa menurutnya pilihan yang saya ambil (baik universitas ataupun jurusan yang saya ambil saat ini) kurang tepat.
Hal seperti ini bukan satu dua kali saja saya temui atau bahkan saya alami sendiri.
Suatu ketika saya bersama seorang teman sedang mengurus paspor di Kantor Imigrasi Solo. Salah satu pengunjung yang kebetulan juga memiliki kepentingan sama dengan saya bertanya macam-macam. Salah satu pertanyaan yang cukup menggelikan “Mau kerja dimana?” (dalam hati; Alhamdulillah saya disangka TKI). Tapi setelah saya jelaskan kalau saya masih kuliah pertanyaannya langsung diubah. “Kuliah dimana?” Persis ketika saya menjawab, hal sama dan selalu sama yang saya dapati (wajah kurang bersahabat dan terkesan meremahkan).
What’s wrong? Adakah yang salah dengan tempat saya menimba ilmu.
Pada poin inilah saya sekadar ingin berbagi pikiran atau opini. Tentu hal ini menurut sudut pandang saya saja. Dan tidak wajib Anda amini.
Masyarakat kita kebanyakan menilai kualitas, intelektualitas atau bahkan kredibilitas seseorang dari sudut pandang dimanakah seseorang menuntaskan pendidikannya. Seseorang dari sekolah bertaraf internasional berarti anak pintar atau berprestasi.
Saya tidak sepakat dengan hal ini. Kenapa? Karena menurut saya alumni universitas X yang notabennya menurut masyarakat kita adalah universitas favorit belum tentu dia berprestasi atau lebih wah ketimbang alumni universitas kecil di kota kecil yang masih berstatus sekolah tinggi. No! Buktinya sudah banyak. Ya meskipun ada, tapi tidak lantas semuanya bukan?
Namun herannya saya kenapa masyarakat kita masih menutup mata? Saya menganalogikan begini kecerdasan seseorang itu berdasarkan faktor genetik. Kecerdasan itu ibarat mahasiswa/siswa sedang gen adalah nama besar dari universitas. Padahal dalam buku yang ditulis oleh Jalaludin Rahmat (terlepas beliau merupakan Syi’i ataupun Sunni) Belajar Cerdas; Belajar Berbasiskan Otak jelas mitos genetik berpengaruh pada kecerdasan seseorang tidak sepenuhnya benar.
Artinya jika ada mahasiswa di sekolah favorit belum tentu dia punya prestasi kalau memang dia tidak mengasahnya. Sebaliknya, mahasiswa yang sekolah di sekolah mewah (mepet sawah) tidak memiliki prestasi sama sekali meskipun dia sudah berusaha.
Jadi kesimpulannya siapapun dia dan dimanapun dia memutuskan untuk menuntaskan pendidikannya mari kita hargai. Sebab tidak ada ceritanya saya kuliah di universitas nomor 1 di Indonesia tidak pernah belajar tapi berprestasi,cerdas,pintar. Begitupun jika saya kuliah di universitas yang masih berstatus sekolah tinggi tetapi saya rajin belajar tetap tidak memiliki prestasi.
Jadi esensinya bukan dimana kita menuntaskan pendidikan kita atau siapakah almamater kita akan tetapi bagaimana langkah atau cara kita berproses menjadi pelajar yang berprestasi.
Semangat!
*Maaf jika sedikit berapi-api dan terkesan acak-acakan. Bagaimanapun ini hanya sekadar opini saya.