Teruntuk Engkau…
Sebelas bulan memang bukanlah waktu yang singkat. Namun maafkan kami menamai ini dengan pertemuan singkat.
Sebelas bulan memang bukan waktu yang sebentar, tapi maafkan kami yang tak mengenal kalian sepenuhnya. Bukan karena kami enggan, tapi kami sudah berusaha keras mengingat nama kalian. Kami sudah berusaha menghapal wajah kalian, kebiasaan kalian dan suara kalian. Terutama ketika kita harus bersabar mengantri untuk menuntaskan ritual pagi-sore. Tapi maafkan kami, kami tetaplah manusia yang memiliki keterbatasan.
Sebelas bulan, maafkan kami jikalau apa yang kami lakukan masih banyak kesalahan. Kami tetaplah manusia yang tak sempurna. Kesalahan dan ketidaksempurnaan adalah hal yang biasa.
Adikku…
Ketahuilah, jauh di lubuk hati yang terdalam kami sungguh menyayangi kalian. Bahkan ketika dengan tidak sengaja kami mendengar umpatan, cacian atau hujatan tentang kami entah di jalan, kamar atau kamar mandi. Sungguh, kami tidak marah. Meskipun kami sedikit kecewa. Sekalipun apa yang kalian bicarakan kadangkala tidak kami lakukan.
Kalian mungkin akan berpikir darimana kita tahu hal itu. Tenang, kami tidak memiliki mata-mata. Hanya saja kalian mungkin tak hapal dengan wajah kami lalu dengan mudah kalian mengatakan apapun tepat di hadapan kami atau memang barangkali kalian sengaja supaya kami mendengarnya. Maafkan kami.
Dan, adik-adikku…
Ketahuilah, tanggungjawab kami tidaklah mudah. Kami hanya bagian kecil yang harus mengurus kalian dengan jumlah yang tak sedikit. Maafkan, kalau kami terkadang terlihat seperti pilih kasih dalam menyuruh atau meminta sesuatu. Sungguh, tak ada secuilpun niat kami untuk pilih kasih. Hanya kami takut kalau-kalau kami terlalu banyak mengatur. Sedang kalian sendiri sudah dewasa dan tahu apa yang harus kalian lakukan. Sehingga kami memilih kalian yang lebih mengerti kita.
Dan kalian yang mungkin tak akan bersama kami lagi,
Maafkan apa yang kami perbuat. Kadangkala kami terpaksa memaksa kalian. Sebab sejujurnya kami hanyalah ingin yang terbaik. Bahkan disaat kami sudah kehabisan akal, tak jarang kami marah-marah. Bukan lagi di belakang kalian. Tapi kami langsung memarahi. Maafkan kami, sesungguhnya kami hanya menjalankan amanah.
Dan sekali lagi, untuk engkau yang akan menjemput hari-hari baru,
Kami tidak akan minta maaf lagi. Sudah kami cukupkan, dan semoga kita menjadi pribadi pemaaf.
Pesan kami, jangan pernah merindukan asrama kalau kau mengingat luka di dalamnya. Ingatlah kita dalam bingkai senyum dan air mata bahagia.
Dan jangan pernah lagi merindukan air yang kadang PHP, listrik mati saat semua setrika hidup, jemuran yang harus dibereskan kalau ada tamu, sandal yang mendadak hilang sedang kau baru saja beli dengan harga tak murah, kamar mandi yang harus kau bagi saat kau sedang enak-enaknya mencari inspirasi dan terutama rentenir yang tak pernah alpa keliling satu bulan dua kali. Jangan pernah! Jangan pernah merindukan kami, jikalau yang kau ingat itu hanyalah sebait luka yang menyakitkan.
Salam hangat dari kita yang mungkin [tak] akan kau rindukan lagi.