Hidup di asrama –dengan penuh sesak manusia memang tidak mudah. Jauh dari keluarga, makan seadanya, hidup seadanya; tanpa televisi ataupun perangkat elektronik rumahan yang biasa ada di rumah, berbagi tempat dengan teman, berebut fasilitas atau bahkan [merasa] kurang fasilitas adalah hal yang biasa –biasa melekat dengan asrama. Tapi dengan hal yang ‘biasa’ itu sesungguhnya ada sesuatu yang ingin disampaikan; kita sedang dididik untuk menjadi pribadi yang sederhana, pribadi yang penuh syukur, pribadi yang jauh dari kata mengeluh. Ya, meskipun kami tahu betul rumah kalian full fasilitas. Kami tahu itu.
Tapi ketahuilah adik-adik –ijinkan kalian kupanggil dengan kata ‘adik’. Ini bukan soal senioritas atau hal lainnya. Supaya terlihat lebih dekat. Ya, kami menyadari betul selama ini kita memang kurang dekat –maafkan kami soal ini.
Aduh, maafkan kembali karena harus curhat.
Hidup di asrama atau yang biasa kalian sebut ma’had memang tidak enak. Tapi harus kuakui, hidup kalian jauh lebih enak. Apa iya? Kami sudah mengalaminya. Jauh sebelum kalian. Saat itu –ketika kalian masih asyik menikmati cinta monyet ala putih abu-abu, kami jauh lebih rekasa. Ah, rekasa –mungkin ada padanan kata yang bisa menggambarkannya, silahkan kalian cari sendiri.
Pret, mbelgedes!
Masih tidak percaya. Tak apa. Kami maklum soal itu. Ijinkan kami beritahu kalian. Sedikit saja, terima kasih sudah meluangkan.
Mari memulai dari kasur –a thing you spent more time with, kalau kalian sering mengeluhkan kasur bertinggi, kami pernah sakit-sakitan sebab kasur kami hanya kasur kapuk. Banyak dari kami yang tidak tahan. Protes? Kami bersyukur, setidaknya masih banyak teman-teman kami yang peduli.
Ah, ini klise. Ya, masalah air, masalah utama. Tapi kalian jauh lebih beruntung. Beruntung sekali. Waktu itu, kekurangan air hampir tiap hari kami alami. Jangankan ada tampungan air dari tandon di depan [dari PDAM dan berstatus milik kita, fyi tendon itu dibuat satu tahun lalu]. Kran PDAM sering PHP –tidak pernah nyala. Kami harus berebut air dengan warga sejak jam 3 pagi [kala itu bangunan samping pos ronda tak sebagus sekarang]. Dan air tak seterusnya mengalir –lebih sering mati juga. Solusinya? Kami jarang mandi. Kalaupun mandi, kami berhasil membujuk satpam ataupun OB untuk membukakan pintu kampus hanya untuk sekadar mandi. Parahnya kebiasaan kami ini menjadi rahasia publik, hampir seluruh penghuni kampus tahu. Ah, meyedihkan mengenangnya. Kalian? Jauh lebih beruntung.
Masalah serius lainnya; kamar mandi.
Kak,kamar mandinya kotor banget. Bau. Menggenang.
Apa kami juga senang? Tidak. Tapi sekali lagi kalian jauh lebih beruntung. Kami sering kehabisan air [dulu]. Kamar mandi dibiarkan kosong dan bau adalah hal biasa. Dan pintunya [mungkin hanya angkatan 2012 yang merasakannya] tak sebagus sekarang. Meskipun nyatanya kunci tetap rusak. Ya, mungkin ini resiko atas banyaknya orang. Ada yang peduli ada yang acuh.
Hujan, bocor, dan air menggenang. Ini hal lumrah lainnya dalam kenangan kami. Debit air banyak dan saluran air tak ada menjadi kawan paling baik hati bagi kami selama musim penghujan. Pernah suatu ketika kami basah kuyup hanya karena kerja bakti menguras air yang menggenang di depan kamar kami –lantai dua. Harus kami kuras di tengah hujan deras. Ya, harus begitu. Kalau tidak air bisa masuk kamar. Tentu akan lebih menyulitkan kami. Tidak hanya line lantai 2. Halaman pun penuh genangan air. Bukan hanya air hujan, air comberan dan [mungkin] sefti-tank juga. Untuk menghilangkan genangan air, butuh waktu beberapa hari. Kalau hujan lagi, ya nasib lihat kubangan air yang dipenuhi lumut. Jijik?
Jadi, Dek, kalian harus bersyukur sekali [lagi]. Saat ini sudah ada selokan, saluran pipa air, dan halaman yang terpaving. Setidaknya kesyukuran kalian bisa diwujudkan dengan cara menjaga kebersihannya, dengan tidak membiarkan sampah bertebaran.
Girls, kalian perempuan lho. Perempuan kok gitu? *lalu ditimpuk sampah halaman*
Nyatanya sekarang semua fasilitas tidak dapat digunakan? Mana tanggung jawab pengurus? Mana tanggung jawab bagian sarana prasana?
Dek, jadi perkara ini pada dasarnya bukan soal tanggung jawab siapa. Asrama ini miliki kita semua bukan? Tidak ada pembeda. Tanggung jawab bukan hanya milik para pengurus atau santri. Kalau memang merasa bagian dari ‘ma’had’ mari kita jaga bersama. Kalau kotor kita bersihkan. Rusak kita benahi; selama itu bisa kita lakukan sendiri. Tidak masalah mana kala hanya dimulai dengan membuang SAMPAH bungkus sampho, detergent, atau pewangi dalam bentuk apapun di tempat sampah. Mencuci ‘hal’ yang biasa kalian pakai pas ‘on periode’ sebelum akhirnya kalian tinggalkan begitu saja di tempat sampah. Atau membuang sampah nasi tidak dicampur dengan yang lainnya. That’s a small thing that have a big impact. Hal kecil yang ternyata berimbas cukup besar pada kebersihan ma’had-mu.
Jadi, Dek, mari berbenah dengan tidak saling menyalahkan. Tapi saling memulai kebaikan. Mumpung Ramadan juga, sih.
Untuk keadaan yang sekarang ini, semoga segera ada pembenahan. Tetap sabar, tetap belajar dan jaga kekompakan. Semangat!
*FYI, tulisan ini dibuat tanpa mengandung unsure apapun. Sekadar pengingat dan unek-unek pribadi saja. I’m not a good girl, I’m trying to be.